Jawaban yang Ku Nanti
By
Devie Aryani
Kira-kira sepuluh jam yang
lalu,sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Malam ini aku benar-benar tak bisa
tidur setelah mendengar suara tangis Mita,sahabat baikku ada di ujung sana
meneleponku dengan nomor yang tidak aku kenal. Aku menatap layar handphone saat
suaranya hilang dan telepon terputus. Aku tak bisa lelap tertidur. Fikiran aku
pun melayang
Pandangan kosong dengan fikiran yang
kacau menemani setiap langkah yang aku tempuh dari rumah ke sekolah. Hanya satu
dalam fikiranku,yaitu cepat-cepat bertemu Mita dan menanyakan keadaan dari
ucapan dan tangisan nya semalam tadi.
Sejak aku tumbuh dan masuk SMA
ini,banyak hal yang sering orang lain anggap lebay. Semenjak aku masuk SMA dan
kenal dengan Mita aku menjadi sosok wanita yang di segani. Aku terkadang bisa
melihat sekilas kesedihan dan kebahagiaan orang yang ada kurang dari 1 meter di
hadapanku. Tapi hal ini tak bisa aku lakukan untuk diriku sendiri dan sahabatku
Mita. Mita pun merasakan hal yang persis sama denganku. Mita yang menjadi
sahabat terbaikku semenjak aku bertemu dia saat ospek masuk SMA Harapan ini.
Dia bahkan bisa melihat aura orang-orang di sekelilingku,juga bahagia dan
kesedihannya. Tapi dia juga tidak bisa melakukannya padaku dan dirinya sendiri.
Mita pernah bilang kalau kemampuannya ini didapat dari ayahnya,dan dia bilang
kalau kemampuan seperti aku dan Mita ini hanya didapat dari orang tua yang
menurunkan kemampuan ini pada anak kandungnya saja. Dan kami semakin bingung
kenapa aku memiliki kemampuan yang sama yang entah aku tak tahu darimana
kemampuan itu datang.
Hari ini aku benar-benar tak melihat
Mita di sekolah. Aku dan Mita memang berbeda kelas,tapi sejak istirahat pertama
aku berkeliling sekolah mencari Mita,tak aku temui di manapun. Aku mencoba
bertanya pada teman-teman dekatnya yang lain tak ada kabar yang membuatku
bahagia. Teman-teman yang satu kompleks dengan Mita bilang mereka tak melihat
Mita dari semalaman,bahkan rumahnya terlihat sepi tanpa berpenghuni. Semuanya
aneh, aku semakin khawatir dengan keadaan Mita yang hilang tanpa kabar ini. Aku
khawatir sama seperti aku khawatir dengan saudara-saudara ku yang lainnya. Ini
sungguh aneh bagiku.
Pelajaran
hari ini sudah selesai,aku benar-benar merasa sangat lelah tanpa Mita disisiku.
Aku merasa ada yang hilang saat Mita tak menemaniku hari ini. Aku merasa
khawatir dengan keadaan Mita, beberapa pesan singkat BBM, Line, facebook,
twitter, WA dan telepon aku tuju untuknya, tak ada kabar,tak ada satupun
balasan.
Aku
duduk di sebuah kursi panjang di taman dekat rumah sambil menatap layar
handphone yang aku harap itu Mita. Lama aku terdiam,satu nomor tak di kenal
menghubungiku. Nomor itu! Nomor yang sama yang menelponku malam tadi. Aku
segera mengangkatnya dan kuharap itu Mita.
“hallo...Mita...”
suaraku sedikit panik.
“Diandra...” suara sengau mengagetkanku dengan sekejap.
“Mita..hallo Mita... kamu dimana?” aku mulai panik.
“aku disini Di”
“aku khawatir sama kamu,,kamu baik-baik aja kan? Suara kamu sendu”
“aku baik-baik aja ko Di,bolehkah kita bertemu?”
“tentu,,tentu Mit,, sekarang kamu dimana? Aku akan menghampirimu”
“aku tunggu kamu di warung bakso favorit kita depan sekolah ya Di,aku harap kamu gak terlambat”
“Diandra...” suara sengau mengagetkanku dengan sekejap.
“Mita..hallo Mita... kamu dimana?” aku mulai panik.
“aku disini Di”
“aku khawatir sama kamu,,kamu baik-baik aja kan? Suara kamu sendu”
“aku baik-baik aja ko Di,bolehkah kita bertemu?”
“tentu,,tentu Mit,, sekarang kamu dimana? Aku akan menghampirimu”
“aku tunggu kamu di warung bakso favorit kita depan sekolah ya Di,aku harap kamu gak terlambat”
Sebelum
aku menjawab nya nomor tak dikenal itu langsung menutupnya,aku bergegas kembali
lagi kesekolah dengan tujuan bertemu dengan sahabat yang sudah aku anggap
saudara itu. Hati ini bahagia setelah mendapat kabar dari Mita,tapi hati ini
pun tak tenang dengan bagaimana keadaan Mita disana. Aku khawatir sungguh aku
khawatir.
Aku
tiba di tempat Mita mengajakku bertemu. Aku melihat jam di tangan kiri
ku,tepatnya aku terlambat 15 menit. Aku tak peduli! Aku melihat sekeliling.
Nampak seorang wanita dengan rambut sebahu memakai baju biru membelakangiku dan
kuyakin itu adalah Mita. Aku mendekat dengan rasa aneh yang tak bisa aku
jelaskan.
“mita...”
aku menyapanya lemah.
Dia menoleh dan aku tahu persis wajah dia kaget sambil berdiri dan dia tersenyum di balik matanya yang sembab. Satu hal yang kutahu,dia telah menangis semalaman.
“Di.....” dia berjalan mendekat dan memelukku erat. Aku merasakan tetesan lembut di pundakku. Aku kemudia merasakan hal itu lagi,rasa aneh yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.
“Diandra... aku minta maaf” suaranya terdengar lemah dan tak berdaya.
“maaf? Maaf buat apa Mit?” aku bertanya serius. Dia melepaskan pelukan eratnya ditubuhku. Dia menatap dalam dan berkata “aku minta maaf”.
“ada apa Mit? Ceritakan...” dia tak menjawab. Aku mengikutinya dan duduk di kursi disampingnya dengan wajah bertanya-tanya.
“Di...” dia memulai percakapan.
“ceritakan ada apa ini? Kamu kemana? Kamu kenapa? Aku...............” belum sempat aku bicara.
“Di... aku gak papa!” Mita menjawab singkat dan jelas.
“lalu kenapa kamu meminta maaf?” aku semakin bertanya-tanya.
“kamu benar Di,kita sama. Kita mempunya sifat yang sama. Bahkan kita mempunyai kemampuan aneh yang sama,tanggal lahir kita pun sama bukan? Hanya saja wajah kita jauh berbeda Di. Tapi semua hal yang sama dari kita itu membuat semuanya menjadi cerita. Kita memang terlahir dari rahim yang sama dan dari pasangan orang tua yang sama” dia memulai bercerita tertunduk dan tak berani menatap wajahku. Wajahnya selalu tertunduk lemas seperti tak ingin menatapku.
“apa? Jangan bercanda loh Mit. Ibuku sudah meninggal sejak melahirkan aku” aku semakin tak percaya.
“kamu salah Di,seorang wanita yang bersama ku 18 tahun ini adalah ibu mu. Dan seorang laki-laki yang bersamamu adalah ayahku juga” dia bercerita meyakinkan. Tapi hatiku masih ragu.
“lalu mengapa kamu...........” aku semakin bingun dengan semua cerita Mita.
Dia menoleh dan aku tahu persis wajah dia kaget sambil berdiri dan dia tersenyum di balik matanya yang sembab. Satu hal yang kutahu,dia telah menangis semalaman.
“Di.....” dia berjalan mendekat dan memelukku erat. Aku merasakan tetesan lembut di pundakku. Aku kemudia merasakan hal itu lagi,rasa aneh yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.
“Diandra... aku minta maaf” suaranya terdengar lemah dan tak berdaya.
“maaf? Maaf buat apa Mit?” aku bertanya serius. Dia melepaskan pelukan eratnya ditubuhku. Dia menatap dalam dan berkata “aku minta maaf”.
“ada apa Mit? Ceritakan...” dia tak menjawab. Aku mengikutinya dan duduk di kursi disampingnya dengan wajah bertanya-tanya.
“Di...” dia memulai percakapan.
“ceritakan ada apa ini? Kamu kemana? Kamu kenapa? Aku...............” belum sempat aku bicara.
“Di... aku gak papa!” Mita menjawab singkat dan jelas.
“lalu kenapa kamu meminta maaf?” aku semakin bertanya-tanya.
“kamu benar Di,kita sama. Kita mempunya sifat yang sama. Bahkan kita mempunyai kemampuan aneh yang sama,tanggal lahir kita pun sama bukan? Hanya saja wajah kita jauh berbeda Di. Tapi semua hal yang sama dari kita itu membuat semuanya menjadi cerita. Kita memang terlahir dari rahim yang sama dan dari pasangan orang tua yang sama” dia memulai bercerita tertunduk dan tak berani menatap wajahku. Wajahnya selalu tertunduk lemas seperti tak ingin menatapku.
“apa? Jangan bercanda loh Mit. Ibuku sudah meninggal sejak melahirkan aku” aku semakin tak percaya.
“kamu salah Di,seorang wanita yang bersama ku 18 tahun ini adalah ibu mu. Dan seorang laki-laki yang bersamamu adalah ayahku juga” dia bercerita meyakinkan. Tapi hatiku masih ragu.
“lalu mengapa kamu...........” aku semakin bingun dengan semua cerita Mita.
Mita
mengeluarkan beberapa album foto kecil yang terlihat usang dari tas merahnya.
“ini yang membuat aku yakin dengan ucapan ibuku. Ayah bermain gila dan meninggalkan aku juga ibu. Tapi kamu, kamu ikut bersamanya hanya untuk alasan dia mendapat uang sejak itu. Lalu ibu bilang dia berhenti sejak kamu beranjak dewasa. Maafkan aku Di,aku sempat membencimu,aku sangat membenci sosok ayah seperti dia,dan aku juga membenci kamu Di,tapi aku gak bisa. Cinta dan ketulusan mengalahkan rasa benci ku untuk mu Di. Dan satu hal yang harus kamu tahu,kita tak bisa menggunakan kemampuan kita karena kita saudara kembar.” Dia mengakhiri cerita,dan terlihat sungai kecil mengalir di kedua pipinya.
“ini yang membuat aku yakin dengan ucapan ibuku. Ayah bermain gila dan meninggalkan aku juga ibu. Tapi kamu, kamu ikut bersamanya hanya untuk alasan dia mendapat uang sejak itu. Lalu ibu bilang dia berhenti sejak kamu beranjak dewasa. Maafkan aku Di,aku sempat membencimu,aku sangat membenci sosok ayah seperti dia,dan aku juga membenci kamu Di,tapi aku gak bisa. Cinta dan ketulusan mengalahkan rasa benci ku untuk mu Di. Dan satu hal yang harus kamu tahu,kita tak bisa menggunakan kemampuan kita karena kita saudara kembar.” Dia mengakhiri cerita,dan terlihat sungai kecil mengalir di kedua pipinya.
Aku
tak percaya dengan semua yang terjadi. Aku tak bisa membuka mulutku dan
berbicara. Sungai kecil kini membasahi pipiku. Lama aku terdiam. Aku berdiri
dan menghampiri serta memeluk Mita seraya berkata “sudahlah sayang... kamu dan
aku memang satu. Jangan melihat kebelakang,hidup kita kedepan. Aku dan kamu
satu,tak akan bisa di pisahkan. Saudara kembarku”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar